SOSIAL

> UKURAN KEMISKINAN DAN MASALAH SOSIAL DI JAKARTA


    
         Genderang kampanye pemilihan Gubernur DKI Jakarta sudah ditabuh. Lima pasang calon gubernur-wakil gubernur berlomba-lomba memoles diri menarik simpati warga Jakarta dengan berbagai cara dari jualan citra, menebar janji-janji surga serta nenawarkan berbagai program kebijakan untuk memperbaiki Kota Jakarta. Semua pasang calon gubernur-wakil gubernur mengangkat isu yang hampir sama, berbagai isu usang yang tak pernah kunjung padam seperti kemacetan, banjir dan permasalahan sosial di Jakarta. Dari berbagai permasalahan sosial yang dihadapi oleh Jakarta, isu kemiskinan masih menjadi bahan jualan yang cukup menarik bagi para calon gubernur dan wakil gubernur.
Marilah kita semua melihat isu kemiskinan di Jakarta bukan hanya kemiskinan absolut seperti yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik tetapi juga ukuran kemiskinan lainnya. Data statistik menunjukkan angka kemiskinan di Jakarta menurun dari 7.35% (2005), 4.61%(2007), menjadi 3.75% (2011). Angka kemiskinan ini dihitung dengan menggunakan ukuran kemiskinan mutlak di mana seorang dinyatakan miskin jika pengeluaran kurang dari Rp. 355.480/bulan/kapita pada tahun 2011.Sebuah batas yang sangat rendah untuk hidup layak di Jakarta.Gubernur DKI Jakarta boleh berbangga dan mengklaim bahwa Jakarta memiliki tingkat kemiskinan terendah di Indonesia. Tetapi jika dibandingkan dengan keberhasilan daerah lain dalam menurunkan angka kemiskinan, DKI Jakarta sangat tertinggal karena dalam 4 tahun (2007-2011) hanya mampu menurunkan kemiskinan sebesar 0.86% atau 0.21%/tahun.
Di sisi lain, kebanggaan dan klaim keberhasilan menurunkan angka kemiskinan hanyalah semu belaka, karena dengan tingkat pendapatan perkapita sekitar Rp. 33,35 juta/kapita/tahun (2005) maka ukuran kemiskinan mutlak seharusnya sudah ditinggalkan dan digantikan dengan ukuran kemiskinan yang bersifat relatif maupun subyektif. Sen (1983) mengemukakan bahwa negara (daerah) yang sudah mencapai kemakmuran tertentu sudah seharusnya fokus pada isu kemiskinan relatif.Ukuran kemiskinan absolut/mutlak cocok untuk diterapkan di propinsi seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Papua atau daerah yang level pembangunannya masih rendah, bukan daerah seperti Jakarta.
Apa itu kemiskinan relatif? Kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang dihitung dengan membandingkan pendapatan seseorang dengan rata-rata pendapatan seluruh masyarakat di suatu wilayah.Seorang dikatakan miskin jika pendapatannya kurang dari 0.5 dari rata-rata pendapatan seluruh masyarakat. Berdasarkan perhitungan penulis dengan menggunakan data Susenas 2005, angka kemiskinan relatif di DKI Jakarta adalah sebesar 41.31%, sebuah angka kemiskinan relatif terbesar di Indonesia. Terlihat jelas dengan menggeser ukuran kemiskinan dari ukuran mutlak menjadi ukuran relatif, angka kemiskinan DKI Jakarta melonjak dari 7.37% menjadi 41.31%. Ukuran kemiskinan relatif dapat dijadikan salah satu indikator ketimpangan pendapatan dalam masyarakat dan juga indikator hidup layak seperti warga lain di lingkungan sekelilingnya.
Isu kemiskinan relatif ini sangat penting karena berkaitan langsung dengan isu masyarakat inklusif (inclusive society) dan isu kerentanan sosial.Dua isu ini sangat penting bagi wilayah yang memiliki keragaman etnis, sosial, budaya, ekonomi seperti DKI Jakarta. Seorang yang miskin secara relatif akan tersingkir (teralineasi) dari pergaulan dalam masyarakat, sehingga akan menimbulkan kecemburuan sosial dan pada akhirnya mendorong kerentanan dan kerusuhan sosial. Sebagai contohnya seorang yang berpenghasilan Rp 2 juta/bulan dan tinggal di wilayah yang rata-rata memiliki penghasilan Rp 5 juta/bulan, maka orang tersebut akan merasa lebih miskin dan tersingkir dari pergaulan dengan lingkungan sekitar karena tidak memiliki kecukupan finansial. Kondisi ini mampu menciptakan ruang bagi seseorang yang tersisih dari lingkungan pergaulan, karena permasalahan finansial mengambil jalan pintas yang bertentangan dengan norma hukum seperti pencurian, korupsi dan penggelapan.
Perhitungan penulis menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan relatif berkaitan erat dengan tingkat kriminalitas di suatu daerah. Satu persen kenaikan angka kemiskinan relatif akan meningkatkan resiko kriminalitas sebesar 11 per 100.000 penduduk. Data kepolisian tahun 2009 menunjukkan angka resiko kriminalitas di Jakarta adalah 2 kali lebih besar dibandingkan dengan rata-rata resiko kriminalitas di Indonesia.Kombinasi kemacetan, stres warga ibukota, ketimpangan sosial dan kriminalitas merupakan racikan dasyat bom waktu yang bisa meledak sewaktu-waktu di Jakarta.
Tantangan :
Siapapun yang akan terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2012, akan menghadapi kompleksitas permasalahan perkotaan seperti kemacetan, banjir, isu lingkungan, serta isu sosial seperti 400 ribu warga Jakarta yang berada di bawah garis kemiskinan dan setengah dari warga miskin tersebut berada dalam status rawan pangan. Di lain pihak, permasalahan kemiskinan relatif yang sangat masif akan mudah menyulut kecemburan dan friksi sosial antar warga masyarakat. Kombinasi kerawanan pangan, kemiskinan dan kecemburan sosial, tingginya resiko kriminalitas di Jakarta pada akhirnya akan mengurangi keamanan, kenyamanan dan keindahan Jakarta sebagai Ibukota dan wajah Indonesia di mata dunia. Jakarta akan bangga dengan gubernur yang bersahaja, mampu bekerja keras tanpa banyak citra dan kata mewujudkan Jakarta Aman, Nyaman dan Ramah buat semua.
Kesimpulan     :
lima calon gubernur dki jakarta yang berlomba lomba menarik simpati warga jakarta dengan berbagai cara untuk menjual citra , menuai janji janji surga serta menawarkan berbagai program jakarta yang isyimewa. Semua calon gubernur dan wakil gubernur hampir sama mengangka isu yang tak pernah kunjung padam seperti kemacetan , banjir , dan permasalahan sosial di jakarta. Isu kemiskinan masih menjadi bahan utama jualan yang ukup menarik bagi para calon gubernur dan wakil gubernur. Melihat data statistik menunjukan angka kemiskinan di jakarta menurun dari 7.35% (2005), 4.61% (2007) menjadi 3.75% (2011). Angka kemiskinan ini dihitung dengan menggunakan ukuran kemiskinan mutlak di mana seorang dinyatakan miskin jika pengeluaran kurang dari Rp. 355.480/bulan/kapita pada tahun 2011. Sebuah batas yang sangat rendah untuk hidup layak di Jakarta.Gubernur DKI Jakarta boleh berbangga dan mengklaim bahwa Jakarta memiliki tingkat kemiskinan terendah di Indonesia. , kebanggaan dan klaim keberhasilan menurunkan angka kemiskinan hanyalah semu belaka, karena dengan tingkat pendapatan perkapita sekitar Rp. 33,35 juta/kapita/tahun (2005) maka ukuran kemiskinan mutlak seharusnya sudah ditinggalkan dan digantikan dengan ukuran kemiskinan yang bersifat relatif maupun subyektif. Dki jakarta sangat tertinggal jauh dalam menurunkan kemiskinan dengan daerah daerah lain, dibandingkan dengan daerah daerah  lain yang cukup berhasil menurunkan kemiskinan, jakarta tidak berhasil menurunkan kemiskinan untuk  1% dalam total manusia yang ada di jakarta. Calon gubernur dan wakil gubernur harus tanggap dan sigap untuk mengatasi masalah kemiskinan di ibu kota indonesia ini. Untuk masalah kemiskinan dan kesenjangan sosial banyak sekali menimbulkan kecemburuan sosial bagi para pekerja di jakarta yang berpenghasilan kurang dari Rp.2juta , untuk tahun sekarang penghasilan kurang dari Rp.2juta sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup di kota metropolitan ini, dalam hal itu banyak para pekerja yang merasa lebih miskin dan tersingkir dari segi pergaulan, kebutuhan dan lingkungan di sekitar tempat tinggal mereka karena tidak memiliki kecukupan finansial. Keadaan ini mungkin semakin banyak yang melakukan tindak keriminal hukum deprti pencurian, korupsi, dan pelanggaran pelanggaran hukum lainnya. Semua ini harus cepat cepat di atasi dan di urus dalam kemiskinan sosial , kesenjangan sosial , dan keriminal yang makin banyak di DKI jakarta agar tidak ada lagi kecemburuan kecemburuan yang ada di ibu kota ini.
OPINI :
Untuk calon gubernur dan wakil gubernur yang terpilih, bersiap siap dan sigaplah untuk mengatasai masalah masalah yang sangat banyak dalam kesenjangan sosial , kemacetan , banjir , isu lingkungan , serta kemiskinan yang semakin nambah angka kemiskinan setiap tahunnya. Jangan lah mengumbar ngumbar janji surga yang istimewa untuk menarik perhatian warga jakarta , sudah jenuh dan bosan mendengar janji janji kebohongan dari calon gubernur dan wakil gubernur yang mereka buat. Mengatasi masalah dki jakarta tidak seperti membalikan telapak tangan yang begitu mudah, apabila calon gubernur dan wakil gubernur tidak kuat dan berhasil untuk mengatasi permasalahan yang begitu sulit untuk di selesaikan, sebaiknya mundur dari jabatan gubernur dki jakarta, karena hanya membuang buang waktu dan menjadikan banyak korupsi yang semakin merabak di dki jakarta. Waktu 5 tahun adalah waktu yang sangat singkat untuk memimpin kota dki jakarta yang sangat besar ini, tidak ada kata main main untuk calon gubernur dki jakarta untuk tidak melaksanakan tugas yang sangat rumit ini. Semua masyarakat dki jakarta mengharapkan pemimpin yang adil, jujur, bersih dan merakyat , serta berhasil memimpin kota dki jakarta.


>  PENGANGGURAN DI INDONESIA




  Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.

Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah “pengangguran terselubung” di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.
Meskipun banyak jenis pengangguran yang muncul dalam perekonomian Indonesia, namun secara umum pengangguran akan lebih banyak memberi dampak yang kurang baik bagi kegiatan ekonomi negara. Pengangguran akan menyebabkan perekonomian berada kondisi di bawah kapasitas penuh, suatu kapasitas yang dihaparkan. Pengangguran juga akan menyebabakan beban angkatan kerja yang benar-benar produktif menjadi semakin berat, disamping secara sosial pengangguran akan menimbulkan kecenderungan masalah-masalah kriminalitas dan masalah sosial lainya.
Sebelum lebih jauh kita bicarakan pengangguran, kita lihat terlebih dahulu komposisi penduduk Indonesia. Dari seluruh penduduk Indonesia, kita bagi dalam penduduk usia kerja (PUK), yakni penduduk yang memiliki usia “pantas” kerja yakni, antara 15 tahun sampai dengan 65 tahun. Meskipun pada kenyataanya, seperti negara berkembang lainya, penduduk dengan usia di bawah 10 tahunpun telah bekerja. Sedangkan secara umum penduduk di luar usia kerja tersebut dinamakan penduduk di luar usia kerja (PDUK), yakni para balita dan manula. Jenis-jenis pengangguran dapat dibagi berdasarkan penyebabnya dan cirinya.
Pertumbuhan ekonomi sangat memengaruhi angka pengangguran. Melihat kenyataan ini, semestinya lembaga-lembaga pendidikan, punya tanggung jawab moral terhadap lulusannya, jangan sampai menambah deretan jumlah pengangguran yang sudah ada.
Banyak orang yang menganggur karena kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia.Pendidikan di Indonesia juga merupakan factor utama yang menyebabkan terjadinya pengangguran.Banyak orang yang tidak mampu menyelesaikan pendidikannya sampai menengah atas ataupun perguruan tinggi.
Lembaga pendidikan menjadi kebutuhan semua lapisan masyarakat yang ada di Indonesia. Karena itu pula, dewasa ini begitu menjamur sekolah-sekolah tinggi, akademi dan sejenisnya yang menawarkan program Diploma 1 (D1) hingga D3. Namun, program-program diploma itu, juga terkesan masih mahal menurut ukuran kocek kelas menengah bawah.Pendidikan yang hanya berorientasi kepada kalangan pemilik uang, sesungguhnya merupakan hal yang jauh dari apa yang disebut pendidikan yang membebaskan.
Berbagai kemungkinan dapat menyebabkan peserta didik tak dapat melanjutkan pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi. Ada yang memang karena ketidakmampuan orangtua disebabkan karena memerlukan biaya yang tinggi, selain itu ada pula karena malas, dan lainnya. Justru itu, program life skill seperti bidang komputer, jahit-menjahit, montir, bahasa Inggris serta lainnya sangat besar manfaatnya buat kehidupan karena itu dapat menjadikan mereka setidaknya agar mereka dapat memiliki kemampuan yang lain.Tetapi karena juga banyaknya orang-orang yang kurang menyadari betapa pentingnya pendidikan, mereka tidak perduli dengan nasib mereka sendiri.Oleh karenanya mereka menjalankan kehidupan mereka sendiri dengan yang apa adanya dan kadang juga menggantungkan hidupnya pada orang lain.Karena tidak mempunyai uang untuk membiayai hidupnya mereka terkadang melakukan kejahatan dan tindakan kriminal yang dapat merugikan orang lain.

Pengangguran

  • Berdasarkan Penyebab Terjadinya 
  • Pengangguran Konjungtur / Siklis : Pengangguran yang berkaitan dengan turunnnya perekonomian suatu negara.
  • Pengangguran Struktural : Pengangguran yang terjadi karena perubahan struktur atau perubahan komposisi perekonomian.
  • Pengangguran Frisksional : Pengangguran yang terjadi karena kesulitan temporer dalam mempertemukan pemberi kerja dan pelamar kerja.
  • Pengangguran Musiman : Pengangguran yang terjadi karena pergantian musim.
  • Berdasarkan Menurut Lama Waktu Kerja
  • Pengangguran Terbuka : Situasi dimana orang sama sekali tidak bekerja dan berusaha mencari pekerjaan.
  • Setengah Menganggur : Situasi dimana orang bekerja tapi tenaganya termanfaatkan diukur dari curahan jam kerja, produktivitas kerja, dan penghasilan yang diperoleh.
  • Pengangguran terselubung : Situasi dimana tenaga kerja tidak bekerja secara optimal. Dikarenakan ketidaksesuaian antara pekerjaan dan kemampuan.
  • Pendapatan Nasional dan Pendapatan Per Kapita. Pendapatan nasional dapat dihitung dari pendapatan yang diterima pekerja. Jadi dapat dikatakan apabila tingkat pengangguran tinggi maka nilai komponen pendapatan semakin kecil dan mempengaruhi pendapatan nasional. Pendapatan per kapita pun seperti itu. semuanya dipengaruhi dengan pendapatan nasional.
  • Penerimaan Negara. Pajak merupakan bagian penerimaan negara. Pajak penghasilan pun merupakan salah satu pemasukan negara. Dengan tingginya pengangguran maka pendapatan negara di bidang pajak penghasilan akan berkurang.
  • Beban Psikologis. Semakin lama orang menganggur, akan semakin besar beban psikologis yang ditanggung.
  • Beban Sosial. Semakin besar penganggur. Semakin besar juga biaya sosial yang keluar. Biaya medis, keamanan, dll. menjadi pengeluaran yang otomatis sejalan dengan kehidupan penganggur. 
  1. Peningkatan daya beli masyarakat.
  1. Pengadaan proyek bersifat umum.
  1. Pengadaan pendidikan dan pelatihan untuk penambahan kualitas tenaga kerja.
  1. Pemberitahuan informasi tentang lowongan kerja.
  1. Bursa lowongan kerja untuk mempertemukan pekerja dan pekerjaan.


Dampak Pengangguran
Cara Mengatasi Pengangguran


KESIMPULAN
Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya. Pengangguran akan menyebabkan perekonomian berada kondisi di bawah kapasitas penuh, suatu kapasitas yang dihaparkan. Pengangguran juga akan menyebabakan beban angkatan kerja yang benar-benar produktif menjadi semakin berat, disamping secara sosial pengangguran akan menimbulkan kecenderungan masalah-masalah kriminalitas dan masalah sosial lainya.
PENDAPAT
Menurut saya banyaknya pengangguran di Indonesia karena lemahnya daya pikir masyarakat untuk menciptakan lapangan kerja, kebanyakkan orang di Indonesia tidak berani mengambil resiko yang besar untuk menjadi wiraswasta. Mereka lebih memilih untuk menjadi pekerja. Orang yang hanya bisa menyelesaikan pendidikannya sampai tingkat menengah atas saja sebagian besar hanya sebagai buruh-buruh di pabrik hanya sebagian kecil diantara mereka yang bisa mendapatkan pekerjaan yang layak. Oleh karena itu sudah seharusnya pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan dan memberikan solusi yang tepat kepada masyarakat agar dapat berkurangnya jumlah pengangguran dan dapat meminimalisir terjadinya tindakan kejahatan dan kriminal di Indonesia.
SUMBER
http://amrynr.net/makalah-artikel-pengangguran-indonesia/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About Me...

Foto saya
Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
Sistem Informasi , gunadarma , peroid S1 , since 2012. and many more educatoin.