1.
Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia pada Masa Prakemerdekaan
Pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari
bahasa Melayu. Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu di pakai sebagai bahasa
penghubung antar suku di Nusantara dan sebagai bahasa yang di gunakan dalam
perdagangan antara pedagang dari dalam Nusantara dan dari luar Nusantara.
Perkembangan dan pertumbuhan Bahasa Melayu
tampak lebih jelas dari berbagai peninggalan-peninggalan misalnya:
o
Tulisan yang terdapat pada batu Nisan di Minye
Tujoh, Aceh pada tahun 1380
o
Prasasti Kedukan Bukit, di Palembang pada
tahun 683.
o
Prasasti Talang Tuo, di Palembang pada Tahun
684.
o
Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat, pada
Tahun 686.
o
Prasati Karang Brahi Bangko, Merangi, Jambi,
pada Tahun 688.
Dan pada saat itu Bahasa Melayu telah
berfungsi sebagai:
1. Bahasa
kebudayaan yaitu bahasa buku-buku yang berisia aturan-aturan hidup dan sastra.
2. Bahasa
perhubungan (Lingua Franca) antar suku di indonesia
3. Bahasa
perdagangan baik bagi suku yang ada di Indonesia maupun pedagang yang berasal
dari luar indonesia.
4. Bahasa
resmi kerajaan.
Bahasa melayu menyebar ke pelosok Nusantara
bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara, serta makin
berkembang dan bertambah kokoh keberadaannya karena bahasa Melayu mudah di
terima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antar pulau, antar
suku, antar pedagang, antar bangsa dan antar kerajaan. Perkembangan bahasa
Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa
persaudaraan dan rasa persatuan bangsa Indonesia, oleh karena itu para pemuda
indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat
bahasa Melayu menjadi bahasa indonesia menjadi bahasa persatuan untuk seluruh
bangsa indonesia. (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).
Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa
Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia yaitu :
1. Bahasa
melayu sudah merupakan lingua franca di
Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdangangan.
2. Sistem
bahasa Melayu sederhana, mudah dielajari karena dalam bahasa melayu tidak
dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
3. Suku
jawa, suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa
Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
4. Bahasa
melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti
yang luas.
Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang
dianggap sebagai bentuk resmi bahasa Melayu karena dipakai oleh Kesultanan
Malaka, yang kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas
di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung
Malaya.
Pada akhir abad ke-19 pemerintah kolonial
Hindia-Belanda melihat bahwa bahasa Melayu (Tinggi) dapat dipakai untuk
membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi. Pada periode ini mulai
terbentuklah “bahasa Indonesia” yang secara perlahan terpisah dari bentuk
semula bahasa Melayu Riau-Johor. Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan
sebagai lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu belum banyak
yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Bahasa ibu masih menggunakan bahasa
daerah yang jumlahnya mencapai 360 bahasa.
Pada pertengahan 1800-an, Alfred Russel
Wallace menuliskan di bukunya Malay Archipelago bahwa “penghuni Malaka telah
memiliki suatu bahasa tersendiri yang bersumber dari cara berbicara yang paling
elegan dari negara-negara lain, sehingga bahasa orang Melayu adalah yang paling
indah, tepat, dan dipuji di seluruh dunia Timur. Bahasa mereka adalah bahasa
yang digunakan di seluruh Hindia Belanda.”
Pada awal abad ke-20, bahasa Melayu pecah
menjadi dua. Di tahun 1901, Indonesia di bawah Belanda mengadopsi ejaan Van
Ophuijsen sedangkan pada tahun 1904 Malaysia di bawah Inggris mengadopsi ejaan
Wilkinson.
1.
Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia pada Masa Pascakemerdekaan
Berhubung dengan menyebar Bahasa Melayu ke
pelosok nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama islam di wilayah
nusantara. Serta makin berkembang dan bertambah kokoh keberadaannya, karena
bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat nusantara sebagai bahasa
perhubungan antar pulau, antar suku, antar pedagang, antar bangsa dan antar
kerajaan.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah
nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa
persatuan bangsa Indonesia oleh karena itu para pemuda Indonesia yang tergabung
dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi
bahasa Indonesia yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia.
Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober
1928. Pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul
dalam rapat, para pemuda berikrar:
1. Kami
Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Air
Indonesia.
2. Kami
Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia.
3. Kami
Putra dan Putri Indonesia mengaku menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa
Indonesia.
Ikrar para pemuda ini di kenal dengan nama
“Sumpah Pemuda”. Unsur yang ketiga dari “Sumpah Pemuda” merupakan pernyataan
tekad bahwa bahasa indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa indonesia. Pada
tahun 1928 bahasa Indonesia di kokohkan kedudukannya sebagai bahasa nasional.
Bahasa Indonesia di nyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18
Agustus 1945, karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 di sahkan sebagai
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Di dalam UUD 1945 di sebutkan
bahwa “Bahasa Negara Adalah Bahasa Indonesia,(pasal 36). Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan
dan fungsi bahasa indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini
bahasa indonesia di pakai oleh berbagai lapisan masyarakat indonesia.
1. Peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi
perkermbangan bahasa Indonesia
2. Budi
Otomo.
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang merupakan
organisasi yang bersifat kenasionalan yang pertama berdiri dan tempat
terhidupnya kaum terpelajar bangsa Indonesia, dengan sadar menuntut agar
syarat-syarat untuk masuk ke sekolah Belanda diperingan,. Pada kesempatan
permulaan abad ke-20, bangsa Indonesia asyik dimabuk tuntutan dan keinginan
akan penguasaan bahasa Belanda sebab bahasa Belanda merupakan syarat utam untuk
melanjutkan pelajaran menambang ilmu pengetahuan barat.
2. Sarikat
Islam.
Sarekat islam berdiri pada tahun 1912.
mula-mula partai ini hanya bergerak dibidang perdagangan, namun bergerak
dibidang sosial dan politik jga. Sejak berdirinya, sarekat islam yang bersifat
non kooperatif dengan pemerintah Belanda dibidang politik tidak perna
mempergunakan bahasa Belanda. Bahasa yang mereka pergunakan ialah bahasa
Indonesia.
3. Balai
Pustaka.
Dipimpin oleh Dr. G.A.J. Hazue pada tahu 1908
balai pustaku ini didirikan. Mulanya badan ini bernama Commissie Voor De
Volkslectuur, pada tahun 1917 namanya berubah menjadi balai pustaka. Selain
menerbitkan buku-buku, balai pustaka juga menerbitkan majalah.
Hasil yang diperoleh dengan didirikannya balai
pustaka terhadap perkembangan bahasa melau menjadi bahasa Indonesia dapat
disebutkan sebagai berikut :
1. Meberikan
kesempatan kepada pengarang-pengarang bangsa Indonesia untuk menulis cerita
ciptanya dalam bahasa melayu.
2. Memberikan
kesempatan kepada rakyat Indonesia untuk membaca hasil ciptaan bangsanya
sendiri dalam bahasa melayu.
3. Menciptakan
hubungan antara sastrawan dengan masyarakat sebab melalui karangannya sastrawan
melukiskan hal-hal yang dialami oleh bangsanya dan hal-hal yang menjadi
cita-cita bangsanya.
4. Balai
pustaka juga memperkaya dan memperbaiki bahasa melayu sebab diantara
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh karangan yang akan diterbitkan di balai
pustaka ialah tulisan dalam bahasa melayu yang bersusun baik dan terpelihara.
4. Sumpah
Pemuda.
Kongres pemuda yang paling dikenal ialah
kongres pemuda yang diselenggarakan pada tahun 1928 di Jakarta. Pada hal
sebelumnya, yaitu tahun 1926, telah pula diadakan kongres p[emuda yang tepat
penyelenggaraannya juga di Jakarta. Berlangsung kongres ini tidak semata-mata
bermakna bagi perkembangan politik, melainkan juga bagi perkembangan bahasa dan
sastra Indonesia.
Dari segi politik, kongres pemuda yang pertama
(1926) tidak akan bisa dipisahkan dari perkembangan cita-cita atau benih-benih
kebangkitan nasional yang dimulai oleh berdirinya Budi Utomo, sarekat islam,
dan Jon Sumatrenan Bond. Tujuan utama diselenggarakannya kongres itu adalah
untuk mempersatukan berbagai organisasi kepemudaan pada waktu itu.
Pada tahun itu organisasi-organisasi pemuda
memutuskan bergabung dalam wadah yang lebih besar Indonesia muda. Pada tanggal
28 Oktober 1928 organisasi pemuda itu mengadakan kongres pemuda di Jakarta yang
menghasilkan sebuah pernyataan bersejarah yang kemudian lebih dikenal sebagai
sumpah pemuda. Pertanyaan bersatu itu dituangkan berupa ikrar atas tiga hal,
Negara, bangsa, dan bahasa yang satu dalam ikrar sumpah pemuda.
Peristiwa ini dianggap sebagai awal permulaan bahasa Indonesia yang sebenarnya, bahasa Indonesia sebagai media dan sebagai symbol kemerdekaan bangsa. Pada waktu itu memang terdapat beberapa pihak yang peradaban modern. Akan tetapi, tidak bisa dipumgkiri bahwa cita-cita itu sudah menjadi kenyataan, bahasa Indonesia tidak hanya menjadi media kesatuan, dan politik, melainkan juga menjadi bahasa sastra indonesia baru.
Peristiwa ini dianggap sebagai awal permulaan bahasa Indonesia yang sebenarnya, bahasa Indonesia sebagai media dan sebagai symbol kemerdekaan bangsa. Pada waktu itu memang terdapat beberapa pihak yang peradaban modern. Akan tetapi, tidak bisa dipumgkiri bahwa cita-cita itu sudah menjadi kenyataan, bahasa Indonesia tidak hanya menjadi media kesatuan, dan politik, melainkan juga menjadi bahasa sastra indonesia baru.
1. Sejarah Perkembangan EYD
Ejaan merupakan cara atau aturan menulis
kata-kata dengan huruf menurut disiplin ilmu bahasa. Dengan adanya ejaan
diharapkan para pemakai menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar
sesuai aturan-aturan yanga ada. Sehingga terbentuklah kata dan kalimat yang
mudah dan enak didengar dan dipergunankan dalam komonikasi sehari hari. Sesuai
dengan apa yang telah diketahui bahwa penyempurnaan ejaan bahsa Indonesia
terdiri dari:
1. Ejaan
van Ophuijsen
Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan
huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan
Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman
tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi
diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
1. Huruf
ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus
disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan
untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
2. Huruf
j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
3. Huruf
oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
4. Tanda
diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata
ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
5. Ejaan
Soewandi
Ejaan Soewandi adalah ketentuan ejaan dalam
Bahasa Indonesia yang berlaku sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini kemudian juga
disebut dengan nama edjaan Soewandi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala
itu. Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van Ophuijsen yang mulai
berlaku sejak tahun 1901.
1. Huruf
oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
2. Bunyi
hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
3. Kata
ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2,
ke-barat2-an.
4. Awalan
di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mendampinginya.
Perbedaan-perbedaan
antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen ialah:
1. huruf
‘oe’ menjadi ‘u’, seperti pada goeroe → guru.
2. bunyi
hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (‘) ditulis dengan
‘k’, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
3. kata
ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.
4. awalan
‘di-’ dan kata depan ‘di’ kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya. Kata depan ‘di’ pada contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan
dengan imbuhan ‘di-’ pada dibeli, dimakan.
Ejaan Soewandi ini berlaku sampai tahun 1972
lalu digantikan oleh Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) pada masa menteri Mashuri
Saleh. Pada masa jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23
Mei 1972 Mashuri mengesahkan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam bahasa
Indonesia yang menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri menandai
pergantian ejaan itu dengan mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor
departemennya saat itu, dari Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.
3. Ejaan
Yang Disempurnakan
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan
Bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan
sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Pada 23 Mei 1972, sebuah
pernyataan bersama telah ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia pada
masa itu, Tun Hussien Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk
melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara
tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972,
berdasarkan Keputusan Presiden No. 57, Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan
Latin (Rumi dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) bagi bahasa Melayu dan bahasa
Indonesia. Di Malaysia ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama
(ERB). Selanjutnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarluaskan buku
panduan pemakaian berjudul “Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”.
Pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia
Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
menerbitkan buku “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”
dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan
“Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum
Pembentukan Istilah”.
Perbedaan-perbedaan
antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
‘tj’ menjadi ‘c’ : tjutji → cuci
‘dj’ menjadi ‘j’ : djarak → jarak
‘oe’ menjadi ‘u’ : oemoem -> umum
‘j’ menjadi ‘y’ : sajang → sayang
‘nj’ menjadi ‘ny’ : njamuk → nyamuk
‘sj’ menjadi ‘sy’ : sjarat → syarat
‘ch’ menjadi ‘kh’ : achir → akhir
awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ dibedakan penulisannya. Kata depan ‘di’ pada contoh “di rumah”, “di sawah”, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara ‘di-’ pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
‘dj’ menjadi ‘j’ : djarak → jarak
‘oe’ menjadi ‘u’ : oemoem -> umum
‘j’ menjadi ‘y’ : sajang → sayang
‘nj’ menjadi ‘ny’ : njamuk → nyamuk
‘sj’ menjadi ‘sy’ : sjarat → syarat
‘ch’ menjadi ‘kh’ : achir → akhir
awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ dibedakan penulisannya. Kata depan ‘di’ pada contoh “di rumah”, “di sawah”, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara ‘di-’ pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
1.
Perkembangan Bahasa Indonesia Masa Reformasi
Munculnya Bahasa Media
Massa (bahasa Pers):
1. Bertambahnya
jumlah kata-kata singkatan (akronim);
2. Banyak
penggunaan istilah-istilah asing atau bahasa asing adalam surat kabar.
Pers telah berjasa dalam memperkenalkan
istilah baru, kata-kata dan ungkapan baru, seperti KKN (Korupsi, Kolusi,
Nepotisme), kroni, konspirasi, proaktif, rekonsiliasi, provokator, arogan,
hujat, makar, dan sebagainya.
Bahasa Indonesia sudah mulai bergeser menjadi
bahasa kedua setelah Bahasa Inggris ataupun bahasa gaul. Selain itu,
dipengaruhi pula oleh media iklan maupun artis yang menggunakan istilah baru
yang merupakan penyimpangan dari kebenaran cara berbahasa Indonesia maupun
mencampuradukan bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.
1.
Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
Kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia, yaitu:
1. Sebagai
bahasa persatuan (alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya
2. Bahasa
nasional;
3. Bahasa
resmi
4. Bahasa
budaya dan Bahasa ilmu
5. Sebagai
bahasa pengantar di lembaga-lembaga
6. Pendidikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar